Aroma kopi mengisi seluruh ruangan,tercium ketika kami memasuki coffee shop yang berada di depan Hotel Alana. 4 barista menyipakan menu di meja panjangnya yang dipilih oleh pengunjung cafe dan diantara mereka ada yang menyambut hangat pengunjung yang baru datang. Perlengkapan dan fasilitas yang sudah sesuai protokol kesehatanpun di cafe ini sudah dijalankan dengan baik dan benar, adapun pengunjung cafe semua yang datang mengenakan masker.
Dua
orang perempuan berambut pendek tepat nya sebahu berwarna
pirang dan satunya
berambut Panjang akan tetapi rambut perempuan tersebut dalam keadaan terikat, salah satu diantara
mereka mengenakan kacamata dengan perawakan yang ideal ditambah pakaian yang
dikenakannya begitu menarik. Jika saya
perkirakan umur meraka berdua 25-27
tahun, Hal itu membuat mengalihkan
padangan saya berberapa saat.
Sambil menunggu pesanan
yang saya pesan, saya dan teman saya mengeluarkan berkas yang akan kami
kerjakan. Saya menulis blog untuk bahan pada tanggal
20 dan teman saya merekap kerjaan yang sedang dijalankan pada saat ini. 10
menit kemudian seorang
barista menuju meja kami dan mengantarkan apa yang kami pesan. Akhirnya pesanan cold brew
yang saya pesan datang. Sebelum pesanan kami datang ada perdebatan kecil untuk
memutuskan tempat duduk, yang ingin di cobanya ruangan reservasi dengan minimal
order 75.000 ribu rupiah untuk tiap orangnya. Namuan akhirnya saya berhasil memenangi
perdebatan kecil dan kami berkompromi dengan hal tersebut.
Awalnya dilanda kebingunan akan menulis apa di laman blog pribadi, namun
akhirnya saya memutuskan mengulas salah satu buku yang berjudul Goodbye Thing,
Hidup Minimalis Ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki. Sebenarnya saya ada berberpa
buku yang membahas minimalisme, namun untuk kali ini saya akan mengawali pada
buku tersebut.
Tidak akan banyak berkomentar mengenai cover dari buku tersebut. Dari
desain cover buku ini sudah terlihat menarik bagi saya, bergambarkan interior
ruangan yang berisi kasur lipat ala khas jepang dan laptop sangat memberikan
kesan minimalis pada sebuah interior ruangan dan penggunanya.
Memiliki barang dalam jumlah yang sedikit mengandung sukacita tersendiri,
itulah mengapa sudah saatnya kita berpisah dengan banyak barang yang kita
miliki. Sebuah awal kalimat dalam buku ini yang sudah memiliki gambaran bahwa
seorang yang menerapkan minimalisme akan tidak terlalu terikat oleh barang jika
nilai barang tersebut tidak menjawab kebutuhan yang kita miliki.
Dalam buku ini akan membahas mengenai berbagai hal dalam setiap babnya,
maka saya coba gambarkan sedikit mengenai apa yang akan di bahas mengenai perbab
pada buku yang berjudul Goodbye Thing, Hidup Minimalis Ala Orang Jepang.
Bab 1, membahas definisi tentang
minimalisme dan apa makna jika kita menjalani gaya hidup ini. Kita juga akan
melihat lebih dalam alasan apa yang mendasari seorang yang menjalankan gaya
hidup minimalisme.
Bab 2, kita mulai bertanya: “mengapa kita begitu
sering mengumpulkan banyak barang?” Yang kemudian kita akan menimbang apa esensi dari benda-benda yang
kita miliki.
Bab 3, membahasa tentang aturan dasar
dan teknik untuk mengurangi barang yang kita miliki dan mengenalkan metode agar
merasa “ketagihan” membuang barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Bab 4, perubahan yang terjadi jika menjadi
seorang yang menjalankan gaya hidup minimalisme yang dapat berpengaruh pada
psikologis, proses tersebut memberi pandangan yang lebih positif.
Bab 5, menyajikan penjelasan mengapa yang saya pelajari secara umum tentang
kebahagiaan.
Tepatnya pukul 23.30 kami
bersiap berkemas dan meninggalkan cafe yang telah memberikan suasana hati yang
bagus dalam menulis postingan kali ini. “Terima kasih kak, hati-hati di jalan”
terucap oleh salah satu barista yang bertugas untuk memberikan kalimat selamat
tinggal.
Fumio Sasaki dalam
bukunya memberikan sebuah gambaran bahwa minimalisme memaksimalkan 40%
kebahagiaan yang berasal dari dari tindakan kita. Bila lingkungan hanya
memberikan 10% kebahagiaan pada diri kita. Minimalisme adalah aspek penting
dalam perjalanan fumio dalam mencapai kebahagiaan.
Menurut saya, kebahagiaan
akan di dapatkan jika kita tidak banyak memikirkan sesuatu yang mengganggu
pikiran dan aktivitas kita serta terciptanya lingkungan layaknya hunian yang
kita tinggali akan berdampak bagaimana tingkat emosi kita didalam ruangan. Gaya
hidup minimalisme tidak cocok untuk semua orang, akan tetapi tidak menepis
kemungkinan bahwa salah satu dari beragam cara gaya hidup minimalisme akan
cocok pada semua orang.
Hari ini saya rasa cukup
untuk mengisi waktu yang sudah saya habiskan seharian penuh, terima kasih pada
orang disekitar saya dan diri sendiri telah menjalani setiap aktivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar