Minggu, 20 September 2020

Review Goodbye Thing, Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Aroma kopi mengisi seluruh ruangan,tercium ketika kami memasuki coffee shop yang berada di depan Hotel Alana. 4 barista menyipakan menu di meja panjangnya yang dipilih oleh pengunjung cafe dan diantara mereka ada yang menyambut hangat pengunjung yang baru datang. Perlengkapan dan fasilitas yang sudah sesuai protokol kesehatanpun di cafe ini sudah dijalankan dengan baik dan benar, adapun pengunjung cafe semua yang datang mengenakan masker.

Dua orang perempuan berambut pendek tepat nya sebahu berwarna pirang dan satunya berambut Panjang akan tetapi rambut perempuan tersebut dalam keadaan terikat, salah satu diantara mereka mengenakan kacamata dengan perawakan yang ideal ditambah pakaian yang dikenakannya begitu menarik. Jika saya perkirakan umur meraka berdua  25-27 tahun, Hal itu membuat mengalihkan padangan saya berberapa saat.

Sambil menunggu pesanan yang saya pesan, saya dan teman saya mengeluarkan berkas yang akan kami kerjakan. Saya menulis blog untuk bahan pada tanggal 20 dan teman saya merekap kerjaan yang sedang dijalankan pada saat ini. 10 menit kemudian seorang barista menuju meja kami dan mengantarkan apa yang kami pesan. Akhirnya pesanan cold brew yang saya pesan datang. Sebelum pesanan kami datang ada perdebatan kecil untuk memutuskan tempat duduk, yang ingin di cobanya ruangan reservasi dengan minimal order 75.000 ribu rupiah untuk tiap orangnya. Namuan akhirnya saya berhasil memenangi perdebatan kecil dan kami berkompromi dengan hal tersebut.

Awalnya dilanda kebingunan akan menulis apa di laman blog pribadi, namun akhirnya saya memutuskan mengulas salah satu buku yang berjudul Goodbye Thing, Hidup Minimalis Ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki. Sebenarnya saya ada berberpa buku yang membahas minimalisme, namun untuk kali ini saya akan mengawali pada buku tersebut.

Tidak akan banyak berkomentar mengenai cover dari buku tersebut. Dari desain cover buku ini sudah terlihat menarik bagi saya, bergambarkan interior ruangan yang berisi kasur lipat ala khas jepang dan laptop sangat memberikan kesan minimalis pada sebuah interior ruangan dan penggunanya.

Memiliki barang dalam jumlah yang sedikit mengandung sukacita tersendiri, itulah mengapa sudah saatnya kita berpisah dengan banyak barang yang kita miliki. Sebuah awal kalimat dalam buku ini yang sudah memiliki gambaran bahwa seorang yang menerapkan minimalisme akan tidak terlalu terikat oleh barang jika nilai barang tersebut tidak menjawab kebutuhan yang kita miliki.

Dalam buku ini akan membahas mengenai berbagai hal dalam setiap babnya, maka saya coba gambarkan sedikit mengenai apa yang akan di bahas mengenai perbab pada buku yang berjudul Goodbye Thing, Hidup Minimalis Ala Orang Jepang.

Bab 1, membahas definisi tentang minimalisme dan apa makna jika kita menjalani gaya hidup ini. Kita juga akan melihat lebih dalam alasan apa yang mendasari seorang yang menjalankan gaya hidup minimalisme.

Bab 2, kita mulai bertanya: mengapa kita begitu sering mengumpulkan banyak barang? Yang kemudian kita akan menimbang apa esensi dari benda-benda yang kita miliki.

Bab 3, membahasa tentang aturan dasar dan teknik untuk mengurangi barang yang kita miliki dan mengenalkan metode agar merasa “ketagihan” membuang barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan.

Bab 4, perubahan yang terjadi jika menjadi seorang yang menjalankan gaya hidup minimalisme yang dapat berpengaruh pada psikologis, proses tersebut memberi pandangan yang lebih positif.

Bab 5, menyajikan penjelasan mengapa yang saya pelajari secara umum tentang kebahagiaan.

Tepatnya pukul 23.30 kami bersiap berkemas dan meninggalkan cafe yang telah memberikan suasana hati yang bagus dalam menulis postingan kali ini. “Terima kasih kak, hati-hati di jalan” terucap oleh salah satu barista yang bertugas untuk memberikan kalimat selamat tinggal.

Fumio Sasaki dalam bukunya memberikan sebuah gambaran bahwa minimalisme memaksimalkan 40% kebahagiaan yang berasal dari dari tindakan kita. Bila lingkungan hanya memberikan 10% kebahagiaan pada diri kita. Minimalisme adalah aspek penting dalam perjalanan fumio dalam mencapai kebahagiaan.

Menurut saya, kebahagiaan akan di dapatkan jika kita tidak banyak memikirkan sesuatu yang mengganggu pikiran dan aktivitas kita serta terciptanya lingkungan layaknya hunian yang kita tinggali akan berdampak bagaimana tingkat emosi kita didalam ruangan. Gaya hidup minimalisme tidak cocok untuk semua orang, akan tetapi tidak menepis kemungkinan bahwa salah satu dari beragam cara gaya hidup minimalisme akan cocok pada semua orang.

Hari ini saya rasa cukup untuk mengisi waktu yang sudah saya habiskan seharian penuh, terima kasih pada orang disekitar saya dan diri sendiri telah menjalani setiap aktivitas.

 

Tidak ada komentar:

emerge © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.