Kamis, 28 Mei 2020

Review Buku Filosofi Teras

Penulis : Henry Manampiring

PT Kompas Media Nusantara

Tahun Terbit : Cetakan ke-14 (November 2019-April 2020)

Tebal Buku : 320 halaman

No ISBN : 978-602-412-518-9

Saya rasa ada hal yang tiba-tiba menyenangkan ketika kalimat dalam gawai "mas kamu pengen apa?" pesan itu saya dapatkan dari kakak saya yang menawarkan sesuatu ke adik-adiknya. Awalnya saya menjawab "gausah mba, buat adik-adik yang lain aja" ucap saya. Kemudian dengan respon yang seperti itu seolah sedikit membuat kakak saya mengeluarkan kalimat paksa "jangan gitu lah, mau apa? baju, celana, sepatu, buku?" dengan tawaran yang disebutkan saya langsung merespon dengan cepat "buku boleh mba hehe" 

Dari yang awalnya saya menolak, kini malah menikmati apa yang sudah saya inginkan sebelumnya. Kurang lebih 3 hari dari hari pemesanan buku yang saya beli dari salah satu e-commerce. Pada saat buku yang dibeli datang saya sebelumnya masih asik-asik membaca buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong yang belum selesai. Namun, setelah saya selesai saya langsung menajutkan membaca buku tersebut. Oh iya, ini merupakan hasil salah satu rekomendasi teman kelas pada masa kuliah, by the way terima kasih !.

Melihat dari cover buku ini, bagi saya sudah sangat menarik, terlihat dari ilustrasi line art dan komposisi warna kuning dan hijau kekinian karya dari Levina Lesmana. Pada halaman awal kita akan bertemu dengan cerita Jendral Maximus dan pasukannya mengalahkan pasukan kaum barbar dengan strategi perang Supit Urang. Kaisar perang saat itu merupakan filsuf yang bernama Marcus Aurelius di kenal dengan tokoh filsafat Stoa yang filsafatnya dipakai dalam buku ini. 

Kisah filsafat teras selalu dikaitkan dengan kisah Zeno. 3000 tahun sebelum masehi, seorang pedagang kaya dari Siprus bernama Zeno sedang melakukan perjalanan dari Phoenicia ke Peiraeus dengan kapal laut melintasi Mediterania. Zeno membawa barang dagangan khas daerah Phoenicia, yaitu pewarna tekstil berwarna ungu yang sangat mahal, yang sering dipakai untuk mewarnai jubah raja-raja. Perwarna tersebut didapatkan dari ekstrak siput laut yang di peroleh dengan sangat susah. malang nasibnya ketika Zeno berada di laut dengan seluruh harta bendanya, kapal yang ditumpanginnya karam. 

Dengan kejadian itu hilang semua apa yang ada dia miliki hingga akhirnya Zeno terdampar di Athena tanpa harta benda dan seperti orang yang tak memilki rumah. suatu saat zeno yang terdampat di Athena mengunjungi toko buku dan dan bertanya kepada pemilik toko, dimanakah saya dapat bertemu dengan filsuf-filsuf seperti yang tertulis dibuku. Langsung si pemilik toko menunjuk Crates seorang filsuf yang saat itu sedang melintas. Zeno pun mengikuti Crates untuk belajar filsafat dan dia pun belajar filsafat yang berbeda hingga membuat aliran filsafatnya sendiri. Dia pun mulai mengajar disebuah teras berpilar (dalam bahasa yunani disebut Stoa).

Filsafat Stoa merupakan way of life yang dimana kita dapat mengandalkan distingsi pokok antara "apa yang tergantung padaku" dan "apa yang tidak tergantung padaku". Sebenarnya hal tersebut cukup mudah untuk kita rasionalkan kemudian kita terapkan di keseharian kita. Namun, filsafat ini bukan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat eksternal, seperti sukses jodoh, milyader, atau anak super pintar.

"some things are up to us, some things are not up to us" - Epictetus (Enchiridion)

Inti dari buku ini sebenarnya simpel, bagaimana kalian dapat melengkapi cara kita hidup mengokohkan mental untuk kehidupan di Zaman Milenial yang terkadang kita selalu menganggap hal yang diluar kendali kita seolah menjadi beban hidup. Pikiran tersebut membawa kepada emosi negatif yang berdampak hilangnya nalar kita untuk mencapai solusi yang terbaik.

Dari penjelasan filsafat Stoa tersebut buku ini mengkaitkan permasalahan-permasalahan yang kerap kita hadapi contohnya ketika menghadapi kesusahan dan musibah, menjadi orang tua "parenting khususnya", dan realita-realita yang saat ini ada disekitar kita. Dalam buku ini juga terdapat survey Nasional terkait keresahan-keresahan yang dialami oleh masyarkatat Indonesia terkait masalah diatas yang mana kita perlu untuk peduli.

Ketika saya membaca buku ini merasa "wah kok sama seperti yang saya alami", awalnya dalam diri saya berpikiran sepertinya saya sudah menerapkan sedikit apa yang ada dibuku ini, karena saya sendiri juga orangnya yang bodo amat kalo bukan buat saya pribadi. Tapi buku ini bukan untuk menjadi seorang yang seperti saya bilang tadi, tapi bagaimana kita dapat memilah mana yang bukan untuk diri kita dan mana yang seharusnya untuk diri kita. Dalam penerapan apa yang dibahas seperti penerapan S-T-A-R (Stop-Think & Assess- Respond), ketika ada masalah belum sepenuhnya saya lakukan kunci tersebut. Setelah membaca buku Filosofi Teras yang dapat saya lakukan untuk diri saya pribadi menjadi lebih terbuka dan siap mencari solusi yang sesuai dengan way of life ala Stoa.

"if you live according to what other thinks, you will never be rich" - Seneca (letters)

"Saya selelu kagum. kita yang selelu lebih mencintai diri sendiri daripada orang lain, justru lebih peduli pada pendapat orang lain daripada pendapat diri sendiri. Jika Dewa meminta seseorang untuk selalu mengucapkan apapun yang terlintas di pikirannya, niscaya orang itu tidak akan mampu bertahan sehari saja. Begitulah besarnya kepedulian kita akan pendapat orang lain dibandingkan pendapat diri sendiri." (Meditations)



emerge © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.